Rabu, 11 Desember 2013

Punya "Mainan" Baru, Basuki Makin Betah di Balaikota


 Wakil Gubernur DKI Jakarta mengungkapkan kalau ia telah memiliki "mainan" baru di Balaikota, Jakarta. Mainan apa itu? 

Ternyata mainan barunya adalah mengawasi aliran dana para pejabat Pemprov DKI. Itulah sebabnya mengapa ia betah berlama-lama di ruangannya daripada blusukan seperti yang sering Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo lakukan. 

"Jadi, sekarang saya lebih lama di dalam soalnya ada mainan baru buat saya," kata Basuki di Balaikota, Jakarta, Rabu (11/12/2013). 

Pengawasan transaksi keuangan itu dilakukan melalui sebuah sistem yang bekerja sama dengan Bank DKI. Selain melakukan pengawasan, bentuk kerja sama lainnya adalah pembatasan penarikan tunai di atas Rp 100 juta per harinya. 

Menurut Basuki, para pejabat Pemprov DKI secara otomatis memiliki tabungan di Bank DKI. Untuk mengantisipasi adanya "permainan" dengan berbagai pihak maupun penyalahgunaan anggaran, ia telah menugaskan Bank DKI untuk membatasi penarikan tunai di atas Rp 100 juta. Surat instruksi itu telah ia sampaikan sejak pekan lalu. 

"Sekarang saya sudah bisa lihat dari komputer saya, siapa saja (pejabat) yang suka nyolong paling banyak. Saya bisa periksa uang dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sampai ke Unit Pengelola Teknis (UPT)," kata Basuki. 

Oleh karena itu, alumnus Universitas Trisakti itu meminta para pegawai negeri sipil (PNS) DKI untuk tidak lagi bermain-main dengan anggaran. Sebab, anggaran DKI merupakan uang rakyat. 

Dengan sistem yang telah dibuat oleh Bank DKI itu, Basuki dengan mudah dapat mengawasi seluruh transaksi keuangan para pejabat. Berdasarkan hasil pemantauannya, beberapa SKPD terpantau melakukan penarikan uang secara tunai dengan nilai besar-besaran menjelang akhir tahun. 

Dalam satu hari, ada pejabat yang menarik tabungan hingga Rp 100 miliar menjelang akhir tahun. Maka dari itu, DKI segera menerapkan non-cash transaction (transaksi nontunai). Sistem tersebut dapat menutup celah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di tubuh Pemprov DKI. 

Melalui sistem tersebut, transaksi antara pihak Pemprov dan rekanan atau pihak ketiga tidak lagi dilakukan secara langsung, tetapi wajib bertransaksi dari bank ke bank. Hal ini juga berlaku bagi pihak ketiga yang membelanjakan uang itu. 

"Sekarang kita lagi dorong, transaksi di Bank DKI tidak boleh lagi penarikan tunai di atas Rp 100 juta. Pokoknya seluruh UPT dan SKPD, semua transaksi harus melalui transfer. Jadi, yang bandel bisa ketahuan berapa nilai yang dia transfer," ujar Basuki lagi.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar